BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
latar belakang
Tomat berasal dari amerika tropis, di tanam sebagai tanaman buah di
ladang, pekarangan atau ditemukan liar pada ketinggian 1-1600 m dpl.
Pengembangan budidayanya semakin meluas di berbagai Negara di dunia, termasuk
kawasan asia. Di Filipina, tanaman tomat di perkenalkan pada tahun 1571,
kemudian ditanam dinegara lainnya di Asia. Masuknya tanaman tomat ke Indonesia
di duga pada tahun 1811. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik
serta menghendaki tanah yang gembur dan subur.
Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang menyerang bagian-
bagian tanaman budidaya yang dapat menurunkan produksi baik secara kuantitas
maupun kualitas dan secara ekonomis merugikan. Penyakit adalah salah satu jasad
pengganggu selain kelompopk hama, terkecuali nematode, yang dapat menurunkan
produktifitas maupun pertumbuhan tanaman. Permasalahan kerusakan tanaman akibat
serangan hama dan penyakit merupakan bagian dari budidaya pertanian sejak
manusia membudidayakan pertanian ribuan tahun yang lalu untuk itu kita
harus mengetahui intensitas serangan hama dan penyakit tanaman tersebut agar
tepat dalam pengendalian. Dalam praktikum kali ini kita mempelajari intensitas
serangan hama penyakit tanaman tomat, untuk mengetahui lebih lanjut akan
dibahasdibab selanjut nya.
1.2
Tujuan praktikum
a.
untuk mengetahui intensitas serangan hama tanaman
tomat
b. untuk mengetahui
intensitas serangan penyakit tanaman tomat
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 intensitas serangan
a.
Hama
Pengamatan dilakukan untuk memantau
setiap perkembangan populasi dan serangan hama. Dengandemikian usaha
pengendalian dapat dilakukan secara dini. Bentuk penafsiran tingkat kepadatan
populasi hama dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Penafsiran populasi mutlak
Penafsiran populasi mutlak merupakan nilai
dari populasi hama dinyatakan dalam satuan (unit) luas tanah atau habitat dari
hama, misalnya banyaknya individu hama walang sangit dalam pertanaman seluas 1
m X 1 m.
Beberapa macam cara pengamatan untuk
memperoleh data penafsiran populasi mutlak:
a. Mengadakan pengamatan langsung terhadap
unit habitat hama (tanah, tanaman atau bagian tanaman, udara, dan lain
sebagainya) dan melakukan perhitungan terhadap jumlah individu hama yang
didapatkan pada habitat tersebut.
b. Mengadakan penggoyangan atau penyapuan
terhadap tanaman atau bagian tanaman dari suatu unit habitan dari hama-hama
yang terjatuh ditampung pada sehelai kain atau kertas dengan luas tertentu atau
diamati langsung, kemudian dihitung jumlahnya.
c. Menangkap hama yang ada pada suatu unit
habitat hama (tanaman atau bagian tanaman) dengan menggunakan alat tertentu
misalnya aspiratos, mesin penghisap, kemudian menghitung hasil yang tertangkap
pada setiap unit habitat hama.
Cara lain
yang jarang digunakan antrara lain:
·
Metode
Penangkapan Individu Bertanda.
·
Metode
Perhitungan Jarak Terdekat.
·
Metode
Pemindahan Individu Tertangkap.
Penangkapan individu bertanda. Cara penafsiran populasi ini digunakan
terhadap individu yang aktif bergerak, sehingga cepat berbaur di dalam populasinya.
Perhitungan jarak terdekat. Perhitungan dengan metode jarak terdekat
digunakan untuk menafsir populasi serangga yang tidak aktif bergerak, bahkan
cenderung menetap.
Metode pemindahan individu yang tertangkap. Metode ini didasarkan pada
pemikiran bahwa dari setiap sample populasi yang tidak terambil tidak
dikembalikan pada daerah yang diambil populsinya, akan menyebabakan kepadatan
populasi pada daerah yang berssangkutan berkurang. Apabila pengambilan
dilakukan terus menerus dengan potensi kegiatan yang sama, diharapkan populasinya semakin berkurang terus dan
akhirnya habis. Ini berarti dengan menjumlahkan hasil yang tertangkap secara
kumulatif kan diperoleh kepadatan populasi pada daerah tersebut.
b. Penafsiran populasi relatif
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk
mengetahui perubahan populasi dari waktu kewaktu, atau perbedan dari satu
tempat ke tempat lain. Di situ nilai mutlaknya tidak perlu dipentingkan, tapi
yang terutama ingin diketahui perubahan atau perbedaannya, sehingga hanya sifat
relatifnya saja yang diketahui.
Faktor- faktor yang mempengaruhi hasil
penangkapn dengan metode relative yaitu antara lain :
·
Kerapatan
populasi hama.
·
Aktivitas
serangga.
·
Respon
dari serangga terhadap alat yang dipergunakan.
·
Kondisi
cuaca. Misalnya suhu, kelembaban, angin dll.
Metode relatif dikelompokan menjadi dua, yaitu penangkapan pada setiap
unit usaha dan penggunaan perangkap.
Penangkapan pada setiap unit usaha mencangkup :
Ø Pengamatan visual.
Pengamatan ini pada umunya dilakukan
untuk mengamati populasi secara absolut, namun seringkali kita tidak dapat
mengamati keseluruhan kepadatan populasi.
Ø Pengamatan menggunakan jaring serangga.
Jaring serangga merupakan alat yang
sangat umum digunakan dalam penangkapan serangga.
Hasil
penangkapan menggunakan jarring serangga dipengaruhi oleh :
ü
Jenis
serangga hama.
ü
Jenis
habitat, terutama kaitannya dengan tinggi tanaman.
ü
Kondisi
cuaca, misalnya angin, suhu, dan kelembaban.
ü
Waktu,
apakan pagi, siang, sore.
ü
Cara
menganyunkan jarring serangga.
Ø Penggunaan perangkap.
Untuk penangkapan menggunakan perangkap
akan dibicarakan khususnya mengenai penggunaan perangkap lampu. Perangkap lampu
mungkin merupakan alat yang paling luas yang digunakan dalam mengikuti
perkembangan populasi serangga hama, namun penggunaanya terbatas bagi serangga
dewasa dan khususnya yang tertarik pada cahaya.
Hasil
penangkapan perangkap lampu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
ü Intensitas cahaya.
ü Pengaruh cahaya dari sekitar.
ü Kondisi cuaca.
ü Kontruksi perangkap.
Penggunaan lampu dengan intensitas cahaya
lebih kuat umumnya akan menarik lebih banyak serangga hama. Di samping itu,
penggunaan lampu dengan jenis/warna cahaya tertentu. Umunya pengunaan sinar
ultra violet lebih banyak menrik serangga terutama dari jenis ngengat
Lepidoptera.
Cahaya yang berasal dari lingkungan
sekitar lampu perangkap, misalnya dari tepi jalan, rumah-rumah sekitar, sangat
mempengaruhi hasil penangkapan pada lampu perangkap. Adanya lampu yang ada di
sekitar lampu perangkat, selain memecah perhatian dan arah terbang serangga
yang tertarik, juga akan mengurangi kontras cahaya cahaya lampu perangkap
dengan lingkungan sekitar. Hal ini jaga akan mengurangi daya tarik terhadap
serangga. Oleh sebab itu, dalam melakukan pemasangan lampu perangkap dianjurkan
sumber-sumber cahaya yang berasal dari lingkungan sekitar.
Kondisi cuaca, misalnya kalau malam hujan
atau angin bertiup kencang juga akan mengurangi hasil penangkapan pada lampu
perangkap. Dalam keadaan hujan serangga akan mengurangi aktivitasnya untuk terbang,
sedangkan angin yang kencang akan mengganggu arah orientasi terbang serangga.
Dalam beberapa hal konstruksi lampu
perangkap juga akan berpengaruh terhadap jumlah serangga yang tertangkap.
Demikian juga mengenai ukuran dari perangkapnya.
Menurut jenisnya, perangkap perangkap
dibedakan dalam perangkap kering dan perangkap basah. Untuk tujuan melakukan
identifikasi serangga dianjurkan menggunakan perangkap kering sebab serangga
yang tertangkap tidak banyak mengalami kerusakan dibandingkan kalau menggunakan
perangkap basah.
c. Indeks populasi
Dengan mengamati
jumlah sarang atau seringkali jumlah kotoran dapat dilakukan penafsiran
terhadap populasi. Bahkan dengan memperhatikan dan mempelajari kotoran
serangga, misalnya kotoran dari ulat (larva Lepidoptera) sering dapat
ditentukan fase tumbuhnya
Dari penafsiran indeks populasi ini yang
sangat umum dikerjakan untuk tujuan pengndalian hama adalah pengamatan terhadap
kerusakan tanaman.
Besarnya kerusakan tanaman oleh hama
merupakan fungsi dari kepadatan populasi, cirri perilaku makan, serta cirri
biologi tanamannya sendiri. Masing-masing faktor tersebut dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan fisik maupun biotik.
Data mengenai tingkat kerusakan dapat
dipergunakan untuk berbagai tujuan, antara lain adalah
Ø Untuk menentukan status ekonomik suatu
spesies hama.
Ø Mengembangkan penentuan nilai ambang
ekonomi.
Ø Menilai efektivitas usaha pengendalian
yang telah dilakukan.
Ø Menilai tingkat ketahanan tanaman.
Penilaian kerusakan tanaman pada umumnya
dinyatakan dalam persen. Intensitas kerusakan adalah derajat kerusakan tanaman
akibat serangan hama. Angka persen intensitas kerusakan dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Ik
= ( n/N ) x 100 %
Dimana :
Ik =
Intensitas kerusakan (%)
n = Banyaknya tanaman mati, Bagian tanaman yang
terserang hama dari sampel yang diamati
N =
Banyaknya tanaman, bagian tanaman sampel yang diamati
Untuk bentuk kerusakan yang berlangsung secara bertahap tersebut
penilaian tidak cocok bila menggunakan rumus yang telah dikemukakan di atas.
Karena tanaman yang daunnya baru rusak sedikit menguning tidak sama dengan
tanaman yang sudah banyak bagian-bagiannya yang mengering.
Pada bentuk kerusakan yang berlangsung secara bertahap itu penilaian
intensitas kerusakan, sebelumnya dilakukan dengan pemberian nilai skor yang
menunjukkan tahap kerusakannya. Nilai skor diberikan tidak selalu sama, sering
tergantung dari sumber yang memberikan atau tingkat pengamatan dalam menilai
tahap kerusakan dari hama yang bersangkutan.
Nilai skor kerusakan bertahap yang dianut oleh Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan adalah sebagai berikut :
Skor Kerusakan
|
Tahap Kerusakan Tanaman
|
0
|
Tidak ada kerusakan
|
1
|
Tingkat kerusakan 1- <25%
|
2
|
Tingkat kerusakan 25- <50%
|
3
|
Tingkat kerusakan 50-<75%
|
4
|
Tingkat kerusakan >= 75 %
|
Untuk
menghitung intensitas kerusakan rata-rata dalam satu unit sampel dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IK = (S (n1 x v1) / 4N) x 100%
Dimana :
IK =
Intensitas kerusakan
n1 =
Banyaknya tanaman, bagian tanaman yang terserang pada skor ke i
v1 =
Banyaknya tanaman, bagian tanaman sampel yang diamati
IRRI
menggunakan standar skor yang berbeda dengan skor yang dibuat di atas. Skor
yang berlaku IRRI untuk suatu jenis hama padi ditentukan 0-9. Contoh hama
Tempayak pengulung padi, Hydrellia
phillipina Ferino adalah sebagai berikut :
Skor Kerusakan
|
Tahap Kerusakan Tanaman
|
1
|
< 1%: bagian daun yang rusak dimakan
tempayak sedikit, dimakan sebesar kepala jarum pentul
|
3
|
1-5% : kerusakan daun dimakan tempayak
berukuran 1 cm
|
5
|
5-25% : kerusakan daun dimakan tempayak
berukuran 1 cm
|
7
|
25-50% : kerusakan hampir mencapai
separuh bagian daun, tetapi belum ada daun yang robek
|
9
|
50-100% : kerusakan sangat berat dan
menyebabkan daun mengulung dan robek-robek
|
Nilai skor
yang sama dapat digunakan untuk kerusakan oleh serangan wereng coklat atau
wereng hijau padi, tetapi dengan tahap-tahap kerusakan yang menunjukkan gejala
yang berbeda dengan yang terlihat pada serangan tempayak daun padi.
Skor 1 :
ada satu daun menguning.
Skor 3 : beberapa
daun menguning.
Skor 5 :
tanaman mulai kelihatan kerdil.
Skor 7 :
tanaman mulai kerdil, sebagian besar berwarna kuning.
Skor 9 :
tanaman menunjukkan gejala mengering sampai mati. (Tim Deosen, 2011)
b.
Penyakit
Pemantauan keberadaan hama dan musuh-musuh alaminya,
keadaan pertumbuhan dan umur tanaman, serta keadaan lingkungan fisik adalah
penting dalam penerapan program PHT pada tanaman tomat. Sistem pemantauan yang
dianjurkan adalah sebagai berikut :
Teknik penarikan tanaman contoh : Sistem diagonal
atau bentuk U.
Ukuran contoh : 10 tanaman contoh untuk setiap 0.2
ha pertanaman tomat atau 30 tanaman contoh/ha.
Interval pengamatan : untuk populasi/kerusakan
karena hama : satu kali/minggu (Duriat, 1997).
Parameter pengamatan
a. Hama langsung (A. ipsilon dan H.
armigera)
Perhitungan tingkat
karusakan tanaman menggunakan rumus :
P =
P = Tingkat kerusakan
tanaman/buah tomat (%)
a = Jumlah tanaman/buah yang
terserang
b = Jumlah tanaman/buah yang
tidak terserang (Duriat, 1997).
b. Hama tak langsung (B. tabaci dan
Liriomyza sp)
Perhitungan tingkat
kerusakan tanaman menggunakan rumus :
P =
P = Tingkat kerusakan (%)
N= Jumlah tanaman atau
bagian tanaman yang memiliki nilai kategori serangan yang sama.
V = Nilai skala tiap kategori
serangan.
Z = Nilai kategori
serangan tertinggi.
N= Jumlah tanaman atau
bagian tanaman yang diamati (ukuran contoh).
Nilai kategori serangan
(v) didasarkan pada luas serangan sebagai berikut :
0 = tidak ada kerusakan
sama sekali (sehat)
1 = luas kerusakan > 0
- < 20%
3 = luas kerusakan >
20 - < 40%
5 = luas kerusakan >
40 - < 60%
7 = luas kerusakan >
60 - < 80%
9 = luas kerusakan >
80 - < 100% (Duriat, 1997).
2.2 Musuh alami
Musuh alami adalah
organisme yang kelangsungan hidup nya memangsa atau menumpang organisme hidup
lain. (Subiyanto, 2000). Sebagai bagian kompleks komunitas dalam
ekosistem setiap spesies serangga termasuk serangga hama dapat diserang oleh
atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang
disebut "musuh alami". Secara ekologi istilah tersebut kurang tepat
karena adanya musuh alami tidak tentu merugikan kehidupan serangga terserang.
Hampir semua kelompok organisme dapat berfungsi sebagai musuh alami serangga
hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata di luar
serangga. Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan
serangga sendiri.
Musuh alami biasanya untuk mengendalikan populasi hama yang
merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai
pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh
pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas
parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja
secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi
hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani
disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh
alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan
kesempatan berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak
dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami,
musuh alami dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
BAB III
METODOLOGI
3.1 alat
Sweep net: biasanya untuk serangga di tanaman dan
dirumput‐romputan, lebih kuat dari jaring udara,
bahan kuat dan keras.
plastik
3.2 bahan
a.
alkohol
3.3 cara kerja
3.3.1 intensitas serangan
Intensitas serangan
penyakit dilakukan dengan memasukkan
tanaman sample kedalam contoh:
Skor: 0
1
2
3
4
3.3.2 musuh alami
BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1 pengamatan intensitas kerusakan
penyakit pada tanaman komoditas
4.1.1 penyakit yang ditemukan
No.
|
Ciri gejala penyakit
|
Gambar penyakit
|
Keterangan
|
1.
|
Fusarium: Fusarium axysporum Schlecht, Gejala serangan pada tanaman tomat yang
terserang penyakit ini menunjukkan layu dan kemudian mati. Fusarium menyerang
akar tanaman pada bagian pembuluh kayu, karena cendawan ini berada dalam
tanah dan dikenal sebagai cendawan tular tanah. Di dalam pembuluh kayu,
cendawan ini mengeluarkan racun sehingga menyebabkan tanaman layu dan mati.
Pembuluh kayu yang diserangnya berwarna coklat (terjadi pengotoran pada
pembuluh kayu). Berkembangnya layu Fusarium sangat didukung oleh temperatur
yang hangat
|
|
|
2
|
Penyakit Bercak (Bacterial speck)
Penyebab : Pseudomonas syringae pv, tomato
(Okabe) Altstartt. Gejala serangan pada buah yang terserang penyakit ini
menunjukkan adanya bercak berwarna coklat tua dan tidak tebal seperti bercak
yang terserang X. vesicotoria. Bercak ini berdiameter 1.5 mm, dan
tidak menembus ke dalam bagian buah yang terserang. Penyakit yang disebabkan
bakteri ini agak sulit dibedakan dengan penyakit bercak yang disebabkan oleh Xanthomonas,
yang menyerang batang tanaman, sebab diameternya dapat lebih besar dan
hampir sama dengan bercak Xanthomonas
|
|
|
4.1.2 perhitungan intensitas kerusakan
penyakit
Kategori/skala keruskan
|
Jumlah daun yang terserang
|
|||
-
|
TC1
|
TC2
|
TC3
|
TC4
|
-
|
9
|
10
|
32
|
100
|
|
|
|
|
|
Total daun
|
210
|
205
|
120
|
150
|
|
|
|
|
|
p=
a. p
=
=
b. p=
=
=
c. p=
=
=
d. p=
=
=25,33%
Kategori/skala keruskan
|
Jumlah daun yang terserang
|
|||
-
|
TC1
|
TC2
|
TC3
|
TC4
|
-
|
165
|
30
|
75
|
70
|
|
|
|
|
|
Total daun
|
165
|
80
|
75
|
70
|
|
|
|
|
|
p=
a. P=x100%
=x100%
=47,88%
b. =x100%
=x100%
=17,33
c. P=x100%
=x100%
=54,86%
d. P=x100%
==59,69%
Kategori/skala keruskan
|
Jumlah daun yang terserang
|
|||
-
|
TC1
|
TC2
|
TC3
|
TC4
|
-
|
106
|
75
|
70
|
65
|
|
|
|
|
|
Total daun
|
106
|
75
|
70
|
65
|
|
|
|
|
|
a. x100%
=x100%
=89,81%
b. P=x100%
=x100%
=56,27%
c. P =
= =60%
d. P=
= x100%
= 57,53%
Ket:
1. TC adalah tanaman contoh
2. Terdapat 3 tabel
Rumus
intensitas serangan ditulis dan kategori/ skala kerusakan
Cara
perhitungan intensitas kerusakan tiap tanaman contoh
4.2 grafik presentase kerusakan
a.
4.2.1 kerusakan pada tiap-tiap
4.2.2 kerusakan pada total tanaman contoh
4.3 pembahasan intensitas kerusakan
4.4 materi musuh alami
4.4.1 serangga yang ditemukan
No.
|
Ciri morfologi
|
Gambar serangga
|
Keterangan
|
|
Ciri bedasarkan pengamatan
Status serangga:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.4.2 Jumlah serangga yang ditemukan
No.
|
Peran
|
Ordo
|
Jumlah
|
1.
|
Predator
|
Semua ordo yang ditemukan
|
|
2.
|
Parasitoid
|
|
|
3.
|
Hama/predator
|
|
|
4.4.3 pembahasan
Jelaskan jumlah hasil serangga musuh
alami dan hama
BAB V
KESIMPULAN
DARFTAR PUSTAKA
Subianto, 2000.
Pengendalian hama terpadu. Penebar Swadaya: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar