Senin, 26 November 2012

kentang


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1           latar belakang
Tomat berasal dari amerika tropis, di tanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan atau ditemukan liar pada ketinggian 1-1600 m dpl. Pengembangan budidayanya semakin meluas di berbagai Negara di dunia, termasuk kawasan asia. Di Filipina, tanaman tomat di perkenalkan pada tahun 1571, kemudian ditanam dinegara lainnya di Asia. Masuknya tanaman tomat ke Indonesia di duga pada tahun 1811. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. 
Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang menyerang bagian- bagian tanaman budidaya yang dapat menurunkan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas dan secara ekonomis merugikan. Penyakit adalah salah satu jasad pengganggu selain kelompopk hama, terkecuali nematode, yang dapat menurunkan produktifitas maupun pertumbuhan tanaman. Permasalahan kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit merupakan bagian dari budidaya pertanian sejak manusia membudidayakan pertanian ribuan tahun yang lalu untuk itu kita harus mengetahui intensitas serangan hama dan penyakit tanaman tersebut agar tepat dalam pengendalian. Dalam praktikum kali ini kita mempelajari intensitas serangan hama penyakit tanaman tomat, untuk mengetahui lebih lanjut akan dibahasdibab selanjut nya.
1.2           Tujuan praktikum
a.     untuk mengetahui intensitas serangan hama tanaman tomat
b.    untuk mengetahui intensitas serangan penyakit tanaman tomat




BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 intensitas serangan
a.     Hama
Pengamatan dilakukan  untuk memantau setiap perkembangan populasi dan serangan hama. Dengandemikian usaha pengendalian dapat dilakukan secara dini. Bentuk penafsiran tingkat kepadatan populasi hama dibedakan menjadi 3 yaitu:
a.     Penafsiran populasi mutlak
Penafsiran populasi mutlak merupakan nilai dari populasi hama dinyatakan dalam satuan (unit) luas tanah atau habitat dari hama, misalnya banyaknya individu hama walang sangit dalam pertanaman seluas 1 m X 1 m.
Beberapa macam cara pengamatan untuk memperoleh data penafsiran populasi mutlak:
a.   Mengadakan pengamatan langsung terhadap unit habitat hama (tanah, tanaman atau bagian tanaman, udara, dan lain sebagainya) dan melakukan perhitungan terhadap jumlah individu hama yang didapatkan pada habitat tersebut.
b.  Mengadakan penggoyangan atau penyapuan terhadap tanaman atau bagian tanaman dari suatu unit habitan dari hama-hama yang terjatuh ditampung pada sehelai kain atau kertas dengan luas tertentu atau diamati langsung, kemudian dihitung jumlahnya.
c.   Menangkap hama yang ada pada suatu unit habitat hama (tanaman atau bagian tanaman) dengan menggunakan alat tertentu misalnya aspiratos, mesin penghisap, kemudian menghitung hasil yang tertangkap pada setiap unit habitat hama.
Cara lain yang jarang digunakan antrara lain:
·       Metode Penangkapan Individu Bertanda.
·       Metode Perhitungan Jarak Terdekat.
·       Metode Pemindahan Individu Tertangkap.
Penangkapan individu bertanda. Cara penafsiran populasi ini digunakan terhadap individu yang aktif bergerak, sehingga cepat berbaur di dalam populasinya.
Perhitungan jarak terdekat. Perhitungan dengan metode jarak terdekat digunakan untuk menafsir populasi serangga yang tidak aktif bergerak, bahkan cenderung menetap.
Metode pemindahan individu yang tertangkap. Metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa dari setiap sample populasi yang tidak terambil tidak dikembalikan pada daerah yang diambil populsinya, akan menyebabakan kepadatan populasi pada daerah yang berssangkutan berkurang. Apabila pengambilan dilakukan terus menerus dengan potensi kegiatan yang sama, diharapkan  populasinya semakin berkurang terus dan akhirnya habis. Ini berarti dengan menjumlahkan hasil yang tertangkap secara kumulatif kan diperoleh kepadatan populasi pada daerah tersebut.

b.    Penafsiran populasi relatif
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui perubahan populasi dari waktu kewaktu, atau perbedan dari satu tempat ke tempat lain. Di situ nilai mutlaknya tidak perlu dipentingkan, tapi yang terutama ingin diketahui perubahan atau perbedaannya, sehingga hanya sifat relatifnya saja yang diketahui.
Faktor- faktor yang mempengaruhi hasil penangkapn dengan metode relative yaitu antara lain :
·     Kerapatan populasi hama.
·     Aktivitas serangga.
·     Respon dari serangga terhadap alat yang dipergunakan.
·     Kondisi cuaca. Misalnya suhu, kelembaban, angin dll.
Metode relatif dikelompokan menjadi dua, yaitu penangkapan pada setiap unit usaha dan penggunaan perangkap.
Penangkapan pada setiap unit usaha mencangkup :
Ø Pengamatan visual.
Pengamatan ini pada umunya dilakukan untuk mengamati populasi secara absolut, namun seringkali kita tidak dapat mengamati keseluruhan kepadatan populasi.
Ø Pengamatan menggunakan jaring serangga.
Jaring serangga merupakan alat yang sangat umum digunakan dalam penangkapan serangga.
Hasil penangkapan menggunakan jarring serangga dipengaruhi oleh :
ü   Jenis serangga hama.
ü   Jenis habitat, terutama kaitannya dengan tinggi tanaman.
ü   Kondisi cuaca, misalnya angin, suhu, dan kelembaban.
ü   Waktu, apakan pagi, siang, sore.
ü   Cara menganyunkan jarring serangga.
Ø Penggunaan perangkap.
Untuk penangkapan menggunakan perangkap akan dibicarakan khususnya mengenai penggunaan perangkap lampu. Perangkap lampu mungkin merupakan alat yang paling luas yang digunakan dalam mengikuti perkembangan populasi serangga hama, namun penggunaanya terbatas bagi serangga dewasa dan khususnya yang tertarik pada cahaya.
Hasil penangkapan perangkap lampu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
ü Intensitas cahaya.
ü Pengaruh cahaya dari sekitar.
ü Kondisi cuaca.
ü Kontruksi perangkap.
Penggunaan lampu dengan intensitas cahaya lebih kuat umumnya akan menarik lebih banyak serangga hama. Di samping itu, penggunaan lampu dengan jenis/warna cahaya tertentu. Umunya pengunaan sinar ultra violet lebih banyak menrik serangga terutama dari jenis ngengat Lepidoptera.
Cahaya yang berasal dari lingkungan sekitar lampu perangkap, misalnya dari tepi jalan, rumah-rumah sekitar, sangat mempengaruhi hasil penangkapan pada lampu perangkap. Adanya lampu yang ada di sekitar lampu perangkat, selain memecah perhatian dan arah terbang serangga yang tertarik, juga akan mengurangi kontras cahaya cahaya lampu perangkap dengan lingkungan sekitar. Hal ini jaga akan mengurangi daya tarik terhadap serangga. Oleh sebab itu, dalam melakukan pemasangan lampu perangkap dianjurkan sumber-sumber cahaya yang berasal dari lingkungan sekitar.
Kondisi cuaca, misalnya kalau malam hujan atau angin bertiup kencang juga akan mengurangi hasil penangkapan pada lampu perangkap. Dalam keadaan hujan serangga akan mengurangi aktivitasnya untuk terbang, sedangkan angin yang kencang akan mengganggu arah orientasi terbang serangga.
Dalam beberapa hal konstruksi lampu perangkap juga akan berpengaruh terhadap jumlah serangga yang tertangkap. Demikian juga mengenai ukuran dari perangkapnya.
Menurut jenisnya, perangkap perangkap dibedakan dalam perangkap kering dan perangkap basah. Untuk tujuan melakukan identifikasi serangga dianjurkan menggunakan perangkap kering sebab serangga yang tertangkap tidak banyak mengalami kerusakan dibandingkan kalau menggunakan perangkap basah.

c.     Indeks populasi
Dengan mengamati jumlah sarang atau seringkali jumlah kotoran dapat dilakukan penafsiran terhadap populasi. Bahkan dengan memperhatikan dan mempelajari kotoran serangga, misalnya kotoran dari ulat (larva Lepidoptera) sering dapat ditentukan fase tumbuhnya
Dari penafsiran indeks populasi ini yang sangat umum dikerjakan untuk tujuan pengndalian hama adalah pengamatan terhadap kerusakan tanaman.
Besarnya kerusakan tanaman oleh hama merupakan fungsi dari kepadatan populasi, cirri perilaku makan, serta cirri biologi tanamannya sendiri. Masing-masing faktor tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik maupun biotik.
Data mengenai tingkat kerusakan dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan, antara lain adalah
Ø Untuk menentukan status ekonomik suatu spesies hama.
Ø Mengembangkan penentuan nilai ambang ekonomi.
Ø Menilai efektivitas usaha pengendalian yang telah dilakukan.
Ø Menilai tingkat ketahanan tanaman.
Penilaian kerusakan tanaman pada umumnya dinyatakan dalam persen. Intensitas kerusakan adalah derajat kerusakan tanaman akibat serangan hama. Angka persen intensitas kerusakan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
          Ik = ( n/N ) x 100 %
Dimana :
Ik = Intensitas kerusakan (%)
n  = Banyaknya tanaman mati, Bagian tanaman yang terserang hama dari sampel yang diamati
N = Banyaknya tanaman, bagian tanaman sampel yang diamati
Untuk bentuk kerusakan yang berlangsung secara bertahap tersebut penilaian tidak cocok bila menggunakan rumus yang telah dikemukakan di atas. Karena tanaman yang daunnya baru rusak sedikit menguning tidak sama dengan tanaman yang sudah banyak bagian-bagiannya yang mengering.
Pada bentuk kerusakan yang berlangsung secara bertahap itu penilaian intensitas kerusakan, sebelumnya dilakukan dengan pemberian nilai skor yang menunjukkan tahap kerusakannya. Nilai skor diberikan tidak selalu sama, sering tergantung dari sumber yang memberikan atau tingkat pengamatan dalam menilai tahap kerusakan dari hama yang bersangkutan.
Nilai skor kerusakan bertahap yang dianut oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan adalah sebagai berikut :
Skor Kerusakan
Tahap Kerusakan Tanaman
0
Tidak ada kerusakan
1
Tingkat kerusakan 1- <25%
2
Tingkat kerusakan 25- <50%
3
Tingkat kerusakan 50-<75%
4
Tingkat kerusakan >= 75 %
Untuk menghitung intensitas kerusakan rata-rata dalam satu unit sampel dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IK = (S (n1 x v1) / 4N) x 100%
Dimana :
IK = Intensitas kerusakan
n1 = Banyaknya tanaman, bagian tanaman yang terserang pada skor ke i
v1 = Banyaknya tanaman, bagian tanaman sampel yang diamati
IRRI menggunakan standar skor yang berbeda dengan skor yang dibuat di atas. Skor yang berlaku IRRI untuk suatu jenis hama padi ditentukan 0-9. Contoh hama Tempayak pengulung padi, Hydrellia phillipina Ferino adalah sebagai berikut :

Skor Kerusakan
Tahap Kerusakan Tanaman
1
< 1%: bagian daun yang rusak dimakan tempayak sedikit, dimakan sebesar kepala jarum pentul
3
1-5% : kerusakan daun dimakan tempayak berukuran 1 cm
5
5-25% : kerusakan daun dimakan tempayak berukuran 1 cm
7
25-50% : kerusakan hampir mencapai separuh bagian daun, tetapi belum ada daun yang robek
9
50-100% : kerusakan sangat berat dan menyebabkan daun mengulung dan robek-robek

Nilai skor yang sama dapat digunakan untuk kerusakan oleh serangan wereng coklat atau wereng hijau padi, tetapi dengan tahap-tahap kerusakan yang menunjukkan gejala yang berbeda dengan yang terlihat pada serangan tempayak daun padi.
Skor 1 : ada satu daun menguning.
Skor 3 : beberapa daun menguning.
Skor 5 : tanaman mulai kelihatan kerdil.
Skor 7 : tanaman mulai kerdil, sebagian besar berwarna kuning.
Skor 9 : tanaman menunjukkan gejala mengering sampai mati. (Tim Deosen, 2011)



b.    Penyakit
Pemantauan keberadaan hama dan musuh-musuh alaminya, keadaan pertumbuhan dan umur tanaman, serta keadaan lingkungan fisik adalah penting dalam penerapan program PHT pada tanaman tomat. Sistem pemantauan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
     Teknik penarikan tanaman contoh : Sistem diagonal atau bentuk U.
     Ukuran contoh : 10 tanaman contoh untuk setiap 0.2 ha pertanaman tomat atau 30 tanaman contoh/ha.
     Interval pengamatan : untuk populasi/kerusakan karena hama : satu kali/minggu (Duriat, 1997).
Parameter pengamatan
a.   Hama langsung (A. ipsilon dan H. armigera)
Perhitungan tingkat karusakan tanaman menggunakan rumus :
P = ­­­­
P = Tingkat kerusakan tanaman/buah tomat (%)
a = Jumlah tanaman/buah yang terserang
b = Jumlah tanaman/buah yang tidak terserang (Duriat, 1997).
b.  Hama tak langsung (B. tabaci dan Liriomyza sp)
Perhitungan tingkat kerusakan tanaman menggunakan rumus :
P =
P = Tingkat kerusakan (%)
N= Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang memiliki nilai kategori serangan yang sama.
V = Nilai skala tiap kategori serangan.
Z = Nilai kategori serangan tertinggi.
N= Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati (ukuran contoh).
Nilai kategori serangan (v) didasarkan pada luas serangan sebagai berikut :
0 = tidak ada kerusakan sama sekali (sehat)
1 = luas kerusakan > 0 - < 20%
3 = luas kerusakan > 20 - < 40%
5 = luas kerusakan > 40 - < 60%
7 = luas kerusakan > 60 - < 80%
9 = luas kerusakan > 80 - < 100% (Duriat, 1997).



2.2 Musuh alami
Musuh alami adalah organisme yang kelangsungan hidup nya memangsa atau menumpang organisme hidup lain. (Subiyanto, 2000). Sebagai bagian kompleks komunitas dalam ekosistem setiap spesies serangga termasuk serangga hama dapat diserang oleh atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang disebut "musuh alami". Secara ekologi istilah tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami tidak tentu merugikan kehidupan serangga terserang. Hampir semua kelompok organisme dapat berfungsi sebagai musuh alami serangga hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata di luar serangga. Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan serangga sendiri.
          Musuh alami biasanya untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan kesempatan berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, musuh alami dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.


















BAB III
METODOLOGI
3.1 alat
Sweep net: biasanya untuk serangga di tanaman dan
dirumputromputan, lebih kuat dari jaring udara, bahan kuat dan keras.
plastik
3.2 bahan
a.     alkohol

3.3 cara kerja
3.3.1 intensitas serangan
Intensitas serangan penyakit dilakukan dengan  memasukkan tanaman sample kedalam contoh:
Skor: 0
1
2
3
4
3.3.2 musuh alami

BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1 pengamatan intensitas kerusakan penyakit pada tanaman komoditas
4.1.1 penyakit yang ditemukan
No.
Ciri gejala penyakit
Gambar penyakit
Keterangan

1.
Fusarium: Fusarium axysporum Schlecht,  Gejala serangan pada tanaman tomat yang terserang penyakit ini menunjukkan layu dan kemudian mati. Fusarium menyerang akar tanaman pada bagian pembuluh kayu, karena cendawan ini berada dalam tanah dan dikenal sebagai cendawan tular tanah. Di dalam pembuluh kayu, cendawan ini mengeluarkan racun sehingga menyebabkan tanaman layu dan mati. Pembuluh kayu yang diserangnya berwarna coklat (terjadi pengotoran pada pembuluh kayu). Berkembangnya layu Fusarium sangat didukung oleh temperatur yang hangat


2
Penyakit Bercak (Bacterial speck)
Penyebab : Pseudomonas syringae pv, tomato (Okabe) Altstartt. Gejala serangan pada buah yang terserang penyakit ini menunjukkan adanya bercak berwarna coklat tua dan tidak tebal seperti bercak yang terserang X. vesicotoria. Bercak ini berdiameter 1.5 mm, dan tidak menembus ke dalam bagian buah yang terserang. Penyakit yang disebabkan bakteri ini agak sulit dibedakan dengan penyakit bercak yang disebabkan oleh Xanthomonas, yang menyerang batang tanaman, sebab diameternya dapat lebih besar dan hampir sama dengan bercak Xanthomonas





4.1.2 perhitungan intensitas kerusakan penyakit

Kategori/skala keruskan
Jumlah daun yang terserang
-
TC1
TC2
TC3
TC4
-
9
10
32
100





Total daun
210
205
120
150






p=
a.     p 
=
=
b.    p=  
=
=
c.     p=  
=
=   
d.    p=                                                    
         
=
=25,33%  

Kategori/skala keruskan
Jumlah daun yang terserang
-
TC1
TC2
TC3
TC4
-
165
30
75
70





Total daun
165
80
75
70






p=
a.     P=x100%
=x100%
=47,88%

b.    =x100%
=x100%
=17,33

c.     P=x100%
=x100%
=54,86%

d.    P=x100%
==59,69%

Kategori/skala keruskan
Jumlah daun yang terserang
-
TC1
TC2
TC3
TC4
-
106
75
70
65





Total daun
106
75
70
65






a.     x100%
=x100%
=89,81%

b.    P=x100%
=x100%
=56,27%


c.     P =
= =60%

d.    P=
= x100%
= 57,53%

Ket:

1.    TC adalah tanaman contoh
2.    Terdapat 3 tabel
Rumus intensitas serangan ditulis dan kategori/ skala kerusakan
Cara perhitungan intensitas kerusakan tiap tanaman contoh

4.2 grafik presentase kerusakan
a.
4.2.1 kerusakan pada tiap-tiap
4.2.2 kerusakan pada total tanaman contoh
4.3 pembahasan intensitas kerusakan
4.4 materi musuh alami
4.4.1 serangga yang ditemukan
No.
Ciri morfologi
Gambar serangga
Keterangan

Ciri bedasarkan pengamatan
Status serangga:












4.4.2 Jumlah serangga yang ditemukan
No.
Peran
Ordo
Jumlah
1.     
Predator
Semua ordo yang ditemukan

2.
Parasitoid


3.
Hama/predator




4.4.3 pembahasan
Jelaskan jumlah hasil serangga musuh alami dan hama
BAB V
KESIMPULAN
DARFTAR PUSTAKA
Subianto, 2000. Pengendalian hama terpadu. Penebar Swadaya: Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar